Rabu, 20 Maret 2013

[FIC] Aku di Matamu


Brukk.

Tas ranselku menumbuk pelan lantai keramik tempatku berpijak begitu kulewati ambang pintu kamar. Tanpa melepas seragam, kujatuhkan tubuhku di atas kasur yang dingin. Kuraih handphone dan kutatap tanpa ekspresi tampilan hitam tanpa ada keterangan pesan masuk di sana. Desah pelan lolos dari mulutku seiring barang elektronik itu kulempar begitu saja di samping tubuh.

Masih tak ada kabar darimu.

Apakah memang... kau takkan pernah menyapaku lagi...?

Membalikkan punggung dan menopang beban dengan siku, kunyalakan laptop. Tak berapa lama, kuketikkan situs jejaring sosial, dan seperti biasa namamu menghiasi layar. Aku mendapati kau memiliki rencana berlibur dengan suatu kelompok yang kau sebut ‘Kiseki no Love Camp’. Mataku terpaku pada barisan kata itu. Selama beberapa saat aku terdiam dengan degup jantung yang menggila.

Berkali-kali kau menolak ajakanku untuk berlibur. Tak pernah sekalipun kau menerima tawaranku untuk pergi main bersama lagi seperti dulu. Kau menyatakan kau tak berminat pergi jauh-jauh karena masalah akademik. Kau mengatakan kau tak lagi suka jalan-jalan. Dan di sini aku mendapati kau dengan begitu semangat mengajak orang-orang entah siapa untuk berlibur bersama.

Aku tahu kau memiliki hak penuh untuk melakukan itu. Aku tahu tak seharusnya aku menghalangimu. Memang tak ada aturan yang mengharuskanmu hanya pergi main dan jalan-jalan denganku, hanya saja....

Itu membuatku sadar bahwa kau memang hanya tidak ingin menghabiskan waktumu denganku. Bahwa yang tidak kau inginkan adalah aku. Bukan perjalanan itu sendiri.

Tanpa bisa kuhentikan, jemariku berlari di atas keyboard. Mengomentari pernyataanmu itu.
“Kau akan berlibur, ya? Sepertinya seru. Pergi ke mana? Tenang, aku tidak akan pergi ke sana juga kalau kau tidak ingin aku di sana.”

Jantungku berpacu cepat hingga jemariku gemetar kala kuselesai mengirim komentar itu. Setengah hatiku takut kata-kataku barusan akan menyinggungmu. Namun setengah hati yang lain terasa sakit.

Tak berapa lama, balasan darimu kuterima.
“Pfffftt. Ga akan minta kok. Ini kan jalan-jalan khusus anggota Kiseki no Love Camp.”

Lagi, aku tertegun membaca rangkaian kata yang terpampang di layarku. Satu sudut hatiku terasa berdenyut seiring kubaca lagi dan lagi kalimat itu.

Kenapa kau tertawa?

Aku tahu sangat tidak mungkin kau akan mengajakku juga. Aku tahu kau kini sudah bersenang-senang dengan teman-temanmu di sana. Aku juga toh tak akan bisa pergi ke tempat yang aku tidak tahu di mana. Meski begitu....

Meski begitu, kau kan tak perlu tertawa seperti itu.

Kau kan, tak perlu menertawaiku....

.

.

.

Timeline-ku menunjukkan telah muncul 20 new tweets. Refleks, kuarahkan kursor dan tulisanmu kembali terpampang:

‘Pas banget deh. Haha. Dasar parasit.’ http://www.youtube.com/watch?v=tdtUY5xg75k

Tenggorokkanku tercekat membaca untaian huruf itu. Dengan jemari bergetar, kutekan tautan video itu. Sebuah nyanyian memenuhi indera pendengar lewat headset yang kukenakan. Seketika, aliran bening membasahi pipiku dengan deras.

Begitukah?

Begitukah kau memandangku?

Apakah bagimu, aku ini memang hanya parasit?

Seperti benalu...?

Sebegitu merepotkannya kah aku?
.

.

.


Malam itu, kudapati diriku menangis hingga aku sulit bernapas.

Aku tidak lupa pada kalimatmu yang menyatakan bahwa aku harus berhenti berharap. Pada kalimatmu yang dengan tegas menyatakan bahwa tak mungkin kita kembali dekat seperti dulu.

Meski begitu, ternyata aku tetap tak bisa berhenti berharap....

Aku juga tak mengerti kenapa. Padahal sudah sangat jelas kau tak mungkin lagi kembali padaku. Sudah sangat jelas kau menyatakan hubungan kita sama sekali tak lagi istimewa. Sudah sangat jelas betapa kau menunjukkan kebencianmu pada sikapku.

Sudah sangat jelas bahwa kau tak lagi membutuhkanku....

Tak lagi menganggapku sebagai sahabatmu....

.

.

.

A/N: yak jadi ceritanya tadinya ini short fic yang mau aku ikutin buat acaranya nulisbuku di twitter. tapi ternyata kurang cepet, keburu melewati deadline. fhiuh... ya sudahlah. seperti yang duizzhang Kris bilang: "maybe next time". Dari kegagalan kita belajar, bukan? Karena yang penting bukan berapa kali kita jatuh, tapi berapa kali kita bangkit kembali setelah jatuh ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar