Judul: Kabut
Mimpi
Author: Allotropy
Equilibria
Genre: angst,
tragedy
Rating: PG-17
(violence, murder, blood)
Cast: OC,
Kris, Tao, Chanyeol
.
.
.
>KiriYume<
Sakit...
Perih....
Ngilu...
Kuseret
tubuhku di atas aspal. Tak kupedulikan cairan kental yang terus mengalir tanpa
henti. Beberapa kali napasku tertahan. Tak jarang pula tubuhku tak mau
mengikuti perintah otak.
Terdiam.
Kaku.
Tak mau bergerak....
Tidak.
Belum. Aku belum boleh berhenti di sini. Aku harus menemuimu... Aku harus
memperingatkanmu....
Aku
harus.... memberitahukan sesuatu padamu....
.
>KiriYume<
.
Jeritan-jeritan
penuh semangat terdengar semakin jelas dari arah lorong. Aku mendongakkan
kepala dan mendapati sosok tinggimu melewati ambang pintu. Paras tampanmu mengukir
senyum lebar yang begitu menyilaukan. Seketika aku menundukkan kembali
pandanganku dan berusaha bersembunyi di balik buku yang kupegang.
“Pagi!”
sapamu dengan suara beratmu yang indah.
“Pagi,
Pangeran!!” Para siswi di
kelas langsung menjerit
dan mendesah tertahan karena terpesona olehmu. Lewat ekor mataku,
kulihat kau hanya menampilkan barisan gigi putihmu pada mereka.
Ya,
mereka menyebutmu pangeran. Jika bukan kau yang mereka beri gelar itu, maka aku
akan menganggap sebutan itu berlebihan dan norak. Akan tetapi, gelar itu memang
cocok untukmu. Kau tampan, tinggi
bak model, pintar bergaul, cemerlang dalam pelajaran, jago
olahraga, dan tentu dari keluarga elit yang membuatmu benar-benar cocok
mendapat nama ‘Pangeran’. Kau begitu
sempurna....
Tanpa
sadar aku melirik sosokmu yang tengah mengobrol dengan teman-temanmu. Irisku
terpaku pada tawamu. Sebelumnya aku tak pernah tahu bahwa sebuah tawa bisa
begitu indah. Bahwa sebuah tawa bisa menyihirku....
Kristal
coklatmu bersirobok dengan manik kelamku. Seketika aku merasa jantungku
berhenti berdetak dan secepat kilat kupalingkan wajahku untuk membuat organku
itu kembali berfungsi. Meski begitu, sekilas kutangkap kau menyunggingkan
senyum manismu padaku.
Kau tersenyum padaku....
Apakah orang sepertiku.... boleh...
menyukaimu?
.
>KiriYume<
.
Kau
pasti tak pernah menyadari keberadaanku yang selalu memperhatikanmu.
Tahukah
kau di mana aku selalu memperhatikanmu setiap malam? Kau pasti tak akan percaya
jika kuberitahu. Setiap kali selesai menjalankan tugas, aku akan berdiam di
atap rumah di samping istanamu. Memperhatikanmu dari balik jendela. Jika kau
sudah tidur, aku akan nekat memanjat atap rumahmu dan melihatmu dari sana. Memandangimu
hingga aku mengantuk. Tapi, hanya sebatas itu yang berani kulakukan.
Terkadang
aku mengikutimu ke tempat kau biasa tampil bersama teman satu band-mu. Aku akan
menonton penampilanmu dari sela-sela kayu yang melintang. Aku akan berdiam di sana
hingga kau selesai dan mengikutimu pulang. Memastikan kau tiba kembali di
istanamu dengan selamat.
Tahukah
kau betapa sering aku terpikir untuk mengetuk jendelamu? Sering aku ingin
membuatmu menyadari keberadaanku. Terkadang aku berkhayal kau akan tersenyum
lebar padaku... mengobrol denganku... menerimaku.
Namun, tentu saja itu tak terjadi. Kau akan ketakutan jika melihatku.
Apalagi dengan bau darah yang mungkin melekat pada baju kelamku.
Kau
pasti akan memandangku rendah jika tahu apa yang kulakukan setiap malam. Kau
pasti tak akan sudi melihatku ada di sekitarmu. Kau pasti akan mengumpat dan mengataiku.
Membenciku dan memperlakukanku bagaikan binatang. Tak apa, aku sudah terbiasa.
Karena aku....
....aku pembunuh.
Ini
bukan keinginanku, sungguh. Aku melakukan ini...demi uang. Demi tempat.... Demi
kehidupan....
Seandainya
memiliki pilihan lain, aku tak ingin berjalan di kegelapan ini. Seandainya
boleh memilih, aku tak ingin terbiasa hidup dalam lorong gelap ini. Sayangnya,
takdir tak membiarkanku memilih... Aku terlanjur terbiasa berada dalam
kegelapan....
Karena aku lahir dan besar dalam
kegelapan....
Kau
tahu, aku bahkan tak tahu siapa orang tuaku. Aku tak memiliki ingatan akan masa
kecilku. Hal yang kuingat hanyalah Lord Kris dan pelatihan keras yang ia
berikan padaku. Percayakah kau jika kukatakan aku bahkan tak tahu siapa namaku?
Mereka memanggilku “Kiriyume” karena keberadaan ukiran kanji itu di lengan
kiriku. Bukan, bukan cat atau tinta yang dicap pada lengan kecilku. Melainkan
ukiran pisau. Bekas luka yang membentuk kanji “kiri” (kabut) dan “yume” (mimpi).
.
>KiriYume<
.
“Guys,
nanti malam jangan lupa datang ke rumahku ya!” serumu di depan kelas saat jam
isitirahat. Menarik perhatian semua orang yang menanggapi dengan positif ajakan
pestamu itu.
Aku
hanya terdiam dengan buku tebal dalam tanganku. Apakah orang sepertiku pun
boleh masuk ke istana indahmu?
“Kau
juga datang, kan?”
Suara
berat yang mendadak terdengar itu membuatku mendongak dengan terkejut. Lensaku memantulkan wajah tampanmu yang
tersenyum hangat. Tak ada suara yang sanggup keluar dari kerongkonganku. Aku menahan
napas dan hanya terpaku memandang lukisan Tuhan yang begitu mempesona di
hadapanku ini.
“Kau
harus datang, ya,” ucapmu sebelum terkekeh pelan dan kembali pada
teman-temanmu.
Benarkah aku boleh datang...?
.
>KiriYume<
.
Tanganku gemetar dan tanpa sadar meremas
lembar foto itu. Mataku
melebar tak mau mempercayai bahwa paras indahmu lah yang terpantul di retinaku.
Aku menatap Lord Kris yang tersenyum sinis.
“Bunuh
orang tuanya dan akan kubiarkan pangeranmu selamat,” ujarnya dingin. Aku
mengeratkan rahang dan mengepalkan tangan, menahan diri agar tak menarik katana
(pedang samurai) dan menghunjamkan logam itu padanya.
Ia
tahu…
“Aku menolak tugas ini,” ujarku dengan gigi bergemeletuk. Berusaha menekan gejolak emosi yang
mendera. Memberanikan diri melawan perintah majikanku.
...meski aku sudah menduga apa jawaban
yang akan diberikan
Lord Kris...
“Kalau begitu Tao akan menggantikanmu,” ujarnya acuh sebelum seringai lebar ditampilkan paras
dinginnya “Dan akan kusuruh dia untuk membunuh pangeranmu
juga.”
Sebuah
shuriken (senjata ninja, logam tajam berbentuk bintang) melintas tepat di
samping pipi tirusnya dan menancap di kening kepala kijang awetan pada tembok
di belakangnya. “Kepalamu akan menemani kijang itu saat aku pulang nanti,”
desisku sebelum meninggalkan ruangan itu. Tanganku terkepal erat dan otakku
berpikir cepat.
Akan kulakukan apapun untuk
melindungimu....
.
>KiriYume<
.
Selama
ini Lord Kris selalu menyuruhku melaksanakan tugas seorang diri. Memata-matai
dan menghabisi lawan dapat kulakukan tanpa sebuah tim. Hal itu mempermudah
rencana nekatku malam ini....
Iris
kelamku menatap tajam dari sela dedaunan. Ruang pesta itu tampak ramai. Lampu
menyala terang benderang menampilkan beragam makanan mewah di sekeliling
orang-orang berpakaian mahal. Aku menemukan kedua orang tuamu di antara
gerombolan yang sedang berbincang dengan gelas wine di tangan.
Lewat
ekor mataku, kulihat ayahmu bergerak menuju toilet. Melepas earphone dan
membuangnya ke tanah, kupastikan tak ada lagi yang bisa menghubungkanku dengan
markas. Memastikan tak ada seorangpun
dari organisasi yang ada di sana selain diriku, aku memanjat gedung hotel itu
dan menyelinap masuk ke lorong lewat jendela di lantai 3.
Saat
ayahmu keluar dari toilet, kuarahkan sisi tajam kunai-ku (senjata ninja, mirip
pisau lempar dengan dua sisi tajam) pada lehernya. “Jangan bergerak atau
lehermu putus,” bisikku padanya. Pria itu menegang dan kaku dalam genggamanku.
Ia tak bergerak dan balas berbisik dengan putus asa.
“Jangan bunuh aku.
Kumohon. Berapapun akan kubayar asal kau melepaskanku.”
Penjelasan
mengenai rencana yang hendak kulakukan dengan bantuan ayahmu sudah berada di
ujung lidah, akan tetapi yang keluar dari mulutku bukan kata-kata melainkan
darah. Aku mendengar ayahmu mengerang sakit. Kutatap bingung kunai-ku yang
masih tak menyentuhnya. Saat sedang memproses apa yang terjadi, aku merasakan
logam tipis ditarik menjauh dari perutku, menembus punggung ayahmu sebelum
tubuh tinggi tegap itu ambruk di hadapanku.
Seorang
pemuda dengan surai sekelam malam dan lingkaran hitam di bawah mata balas
menatapku. Ia mengibaskan pedang wushu-nya dan menyebabkan cipratan merah
menodai tembok.
“Tao!!” geramku.
Seharusnya
aku tahu, Lord Kris akan mengirim ular itu untuk mengawasiku. Kutatap mata
gelapnya dengan marah. Namun, ia tak memandangku. Kristal kelamnya mengarah
pada seseorang di belakangku. Ia melompat melewatiku di lorong yang sempit itu
dan berlari ke arah ibumu yang mulai menjerit. Kulempar shuriken ke arah ahli
wushu itu. Dua shuriken menggores bahu dan menancap di punggungnya. Empat yang
lain ditangkisnya.
Pedang
tipisnya beradu dengan katana-ku saat kutebaskan logam itu padanya. Luka yang
menganga di perutku membuat gerakanku melambat. Beberapa kali senjatanya
mengiris kulitku, namun aku juga berhasil melukai pahanya. Kuarahkan ujung
pedangku tepat menuju lehernya saat suara tembakan terdengar.
Dua
peluru. Satu merobohkan ibumu yang terpaku tak tahu harus berbuat apa. Satu
lagi menembus pundakku dan membuatku terjatuh di hadapan Tao yang memandangku
dingin. Aku terbatuk dan memutar tubuh untuk melihat Lord Kris bersandar pada
jendela dengan revolver kesayangannya.
“Sudah
kuduga kau akan mengkhianatiku, Kiriyume,” ujarnya bosan. Tungkai panjangnya
menghampiri tubuhku yang meringkuk di atas lantai. Ujung sepatunya membalikkan
tubuhku hingga wajahku dapat menatap sosoknya yang menjulang dengan jelas.
“Kau
gagal menjalankan tugasmu, gadis manis. Kau tahu apa hukumanmu, bukan?” Ia
menyeringai sinis sebelum memberi isyarat pada Tao.
“Don’t you dare!!” raungku sambil menarik
kakinya yang terjerat rantai Kusarigama knife-ku (pisau yang terhubung dengan
rantai dan memiliki bandul pemberat di ujungnya). Pria tinggi itu terjerembab
dan aku menghunus katana-ku. Mengarahkan ujungnya yang runcing pada nadi di lehernya.
“You can’t kill me,” bisiknya. “Ore-sama wa kisama no otou-san dayo,
Kiriyume-chan.” Lord Kris menyeringai meremehkanku yang gemetar. Ia benar,
aku tak bisa membunuhnya... Meskipun aku membencinya.... Bagaimanapun
perlakuannya.... Betapapun aku ingin membunuhnya.... (“Aku adalah ayahmu, Kiriyume-chan”)
...aku tidak bisa membunuh pria
ini.
Berteriak
kesal, aku menginjak perutnya dan melemparkan shuriken ke arahnya. Satu merobek
pipi tirusnya yang mulus, lima yang lain mengunci gerakannya di lantai.
Tak
mempedulikan cairan merah yang terus membanjir keluar dari tubuhku, aku
melompat ke kusen jendela. Iris hitamku mendapati Tao berlari di jalanan di
bawahku. Aku tahu ke mana ia akan pergi. Menjalankan perintah Lord Kris untuk...
membunuhmu.
Sebelum
aku sempat turun dari jendela dan meraih talang air untuk kupanjat turun,
sebuah letusan kembali memutus jalan pikiranku. Peluru kecil itu mengoyak dadaku
dan membuatku kehilangan pijakan.
“Kau
terlalu naif, gadis kecil,” suara berat Kris adalah hal terakhir yang kudengar
sebelum desau angin memenuhi telingaku diikuti derak tulangku yang berbenturan
dengan aspal jalan.
Sakit....
Bisa
kurasakan aliran darah meninggalkan tubuhku. Membasahi pakaianku dan membuat
genangan merah di atas aspal hitam.
Apakah aku akan mati?
Mengerang
keras, kupaksa tubuhku untuk berbalik. Air mata memenuhi pelupuk mataku. Sakit.
Sakit sekali. Tapi aku tidak boleh mati! Tidak! Aku harus mengejar Tao. Aku
harus mencegah Tao mencapai tempatmu...
Tao...
Mataku
yang kabur menampilkan sosok pemuda dengan pedang wushu itu berdiri tak jauh
dariku. Aku tak bisa melihat matanya, tapi aku tahu ia tengah menatapku.
Memandang iba pada rivalnya yang meregang nyawa dan menyedihkan bagai ulat yang
terinjak? Aku tak peduli. Aku hanya mempedulikanmu. Aku hanya memerintahkan
otakku untuk menyeret tubuh ini. Jemariku yang licin mencakar jalanan. Kutancapkan
kuku di tanah, menjadi topangan, kuhela tubuhku maju. Teriakan tulang-tulangku
yang patah dan ngilu tak kudengarkan.
Tao
tak bergerak dan hanya membiarkanku saat aku berhasil menyeret tubuhku
melewatinya.
Kenapa?
Ia
tak berusaha mengejarku. Ia tak berusaha menghentikanku.
Kenapa?
Apa karena ia tahu aku akan segera
mati?
Apa karena ia tahu aku takkan bisa
mencapai tempatmu?
Pemikiran
itu membuat kristal bening jatuh dari mataku. Erangan sakit keluar dari
kerongkonganku. Aku menggelungkan tubuh, berusaha meredam perih tak terkira
akibat luka di perutku yang bergesekan dengan aspal.
Aku
harus menemuimu.... Aku harus memperingatkanmu.... Aku harus melindungimu....
Aku ingat pertemuan pertamaku
denganmu.
Kau menolongku memunguti buku yang
berserakan di saat orang-orang menginjaknya.
Kau membantuku membawa buku itu di
saat orang-orang mengacuhkanku.
Kau berbicara padaku di saat
orang-orang menjauhiku.
Aku ingat, senyum lebarmu dan suara
beratmu yang menyihirku.
Aku ingat, kebaikanmu adalah hal
yang membuatku terjatuh pada pesonamu....
Paras
indahmu memenuhi benakku sebelum pandanganku mendadak menjadi gelap. Tak ada
yang bisa kulihat. Tidak jalanan, tidak pohon, tidak langit malam, bahkan tidak
jemariku sendiri. Aku melolong. Kutarik pita suaraku untuk memprotes pada
siapapun yang telah merebut penglihatanku. Akan tetapi, aku tak mendengar
apapun. Tak ada suara yang keluar dari mulutku. Tak ada suara yang terdengar
oleh telingaku, bahkan desah napasku sendiri....
Bisa
kurasakan cairan hangat mengaliri pipiku. Bercampur dengan genangan merah yang
terus keluar seiring tubuhku tak lagi mampu untuk bergerak maju.
Aku ingin menemuimu.... satu kali
lagi saja. Aku ingin melihat wajahmu.... Sosok indahmu... senyum lembutmu...
Sinar hangat matamu...
Aku ingin memberitahukan sesuatu
padamu....
Kau
tersenyum menatapku. Bibirmu merekah lebar. Matamu bersinar hangat. Suara
beratmu memanggilku. Aku mengulurkan tanganku yang bersimbah darah. Susah payah
kusodorkan boneka phoenix hasil jahitanku. Jahitannya tak rapi dan ia basah
karena darahku.
Aku belum terlambat, kan?
“Sae...ngil.. chu...kae... Chan...
Yeol...-ssi....”
...saranghae...
.
>KiriYume<
.
“Kau
tidak membunuhnya, Lord?”
“Tak
ada alasan bagiku. Tunggu 10 tahun lagi dan kepalanya akan berharga lebih mahal
dari bayaran yang kita terima malam ini.”
.
.
Mimpi indah, kabut mimpiku.
Dunia ini terlalu kejam untuk kau ikuti.
.
.
.
A/N:
Halo, Allotropy di sini~
Tumben
sekali ya aku bikin ff straight? Huehehehehe... Ini ff yang aku ikutin buat
event di wp exoff sebetulnya, tapi aku ga menang hiks T__T
Okelah.
Aku Cuma ingin tau aja gimana kalo menurut readers ff-ku yang satu ini? Pasti
membingungkan yaaa? xDD huehehehe
Gomawo
udah baca, apalagi like dan komen ^^
Regards,
Allotropy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar